KESENIAN
KESENIAN TRADITONAL LOMBOK
GENDANG BELEQ
KESENIAN TRADITONAL LOMBOK, Gendang Beleq adalah alat musik tradisional yang dimainkan secara berkelompok. Gendang Beleq berasal dari Suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Asal kata Gendang berasal dari bunyi gendang itu sendiri, yaitu bunyi deng atau dung. Beleq berasal dari bahasa Sasak yang berarti besar.Gendang Beleq berarti gendang besar.
Dahulu di Lombok, Gendang Beleq dijadikan penyemangat prajurit yang pergi berperang dan yang pulang dari peperangan.Dengan demikian Gendang Beleq dijadikan musik dalam peperangan. Kini Gendang Beleq digunakan sebagai musik pengiring dalam upacara-upacara adat seperti Merariq (pernikahan), sunatan (khitanan), Ngurisang (potong rambut bayi atau aqiqah) dan begawe beleq (upacara besar)
Gendang Beleq dimainkan secara berkelompok membentuk orkestra. Orkestra Gendang Beleq terdiri dari dua Gendang Beleq yang disebut mama (laki-laki) dan gendang nina (perempuan) yang berfungsi sebagai pembawa dinamika. Juga terdiri atas sebuah Gendang Kodeq (gendang kecil), perembak belek dan perembak kodeq sebagai alat ritmis, gong dan dua buah reog, yakni reog nina dan reog mama sebagai pembawa melodi.
Pemain Gendang Beleq memainkan Gendang Beleq sambil menari.Pemain Gendang beleq terdiri dari 13 sampai 17 orang. Jumlah tersebut menunjukan jumlah rakaat dalam shalat (ibadah umat Islam).
Gendang Beleq memiliki nilai filosofis dan juga disakralkan oleh masyarakat Suku Sasak. Masyarakat Sasak menilai Gendang Beleq memiliki nilai keindahan, ketekunan, kesabaran, kebijakan, ketelitian, dan kepahlawanan. Nilai-nilai tersebut selalu diharapkan menyatu dengan hati masyarakat Suku Sasak.
TARI GANDRUNG SASAK
Tari gandrung bagi masyarakat sasak memuat berbagai makna, seperti ungkapan syukur, suka cita, harapan, sampai dengan kesakralan yang tercermin lewat berbagai sesaji sebelum pertunjukan. Tari gandrung merupakan simbolisasi tentang harmonisasi antara alam dan manusia dicoba untuk digambarkan oleh para penarinya. Ajaran untuk memanusiakan alam memang akrab bagi masyarakat sasak dilombok inilah yang mengiringi kehidupan sehingga membentuk kebudayaan sasak.
Makna simbolis lainnya tergambar dalam penepekan, yaitu gerak menyentuhkan kipas antara penari gandrung kepada salah satu penonton makna simbolis yang tersirat dalam bagian ini adalah penyatuan gerak dua dunia, yaitu penari and penonton dalam satu adegan dan arena yang dikenal dengan adegan pengibingan. Dari adegan pengibingan ini pula terkandung makna susila yang diwujudkan dengan rambun/tangkai sesumping.
TARIAN TRADISIONAL ” RUDAT LOMBOK “
Kesenian tarian rudat dapat dijumpai hamper di setiap kelurahan. Kini sekolah-sekolah juga sudah menjadikan kesenian ini sebagai pengisi pelajaran tambahan. Penari rudat berjumlah 10 orang dengan beberapa orang yang memainkan musik sebagi pengiringnya. Pemain musik ini memiliki peran masing-masing dalam memainkan alat seperti seruling, tambur dan gendang serta satu orang lagi mengiringi dengan syair-syair khas tarian rudat ini. Lama pemainan tarian ini pun bervariasi, tapi biasanya dimainkan selama kurang lebih 10 menit. Mulai dari pembukaan, shalawat atau dzikir dan penutup.
Kandungan syair-syair dalam lantunan pengiring rudat juga bernafaskan pujian dan dzikir menggunakan kebesaran allah SWT. Para penari rudat menggunakan konstum yang mirip dengan prajurit dari Negara turki zaman dulu. Mulai baju dari saten, menggunakan sabuk, memakai bapang(semacam pangkat), menggunakan tarbus (semacam kopiah) dan juga mnggunakan sorban di kepala.
Jika anda salah satu pencinta kesenian daerah kesenian rudaT pantas untuk disaksikan di sela-sela kunjungan di kota mataram anda nantinya. Anda mempelajari gerakan-gerakannya maupun mempelajari sejarah dari kesenian ini. Dengan demikian, kunjungan anda ke kota mataram nantinya akan semakin berkesan untuk diingat dan di ceritakan kepada kerabat dan keluarga anda.
PERANG TOPAT ( KETUPAT )
Perang topat adalah sebuah acara adat yang diadakan di Pura Lingsar, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Perang ini merupakan simbol perdamaian antara umat Muslim dan Hindu di Lombok. Acara ini dilakukan pada sore hari, setiap bulan purnama ke tujuh dalam penanggalan Suku Sasak. Sore hari yang merupakan puncak acara yang dilakukan setelah salat ashar atau dalam bahasa Sasak “rarak kembang waru” (gugur bunga waru). Tanda itu dipakai oleh orang tua dulu untuk mengetahui waktu salat Ashar. Ribuan umat Hindu dan Muslim memenuhi Pura Lingsar, dua komunitas umat beda kepercayaan ini menggelar prosesi upacara Puja Wali, sebagai ungkapan atas puji syukur limpahan berkah dari sang pencipta.
‘Perang’ yang dimaksud dilakukan dengan saling melempar ketupat di antara masyarakat muslim dengan masyarakat hindu. Ketupat yang telah digunakan untuk berperang seringkali diperebutkan, karena dipercaya bisa membawa kesuburan bagi tanaman agar hasil panennya bisa maksimal. Kepercayaan ini sudah berlangsung ratusan tahun, dan masih terus dijalankan.
NYONGKOLAN
Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. kegiatan ini berupa arak-arakan kedua mempelai dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai wanita, dengan diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju adat, serta rombongan musik yang bisa gamelan atau kelompok penabuh rebana, atau disertai Gendang beleq pada kalangan bangsawan. Dalam pelaksanaannya, karena faktor jarak, maka prosesi ini tidak dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya rombongan mulai berjalan dari jarak 1-0,5 km dari rumah mempelai wanita.Tujuan dari prosesi ini adalah untuk memperkenalkan pasangan mempelai tersebut ke masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana mempelai perempuan tinggal, karena biasanya seluruh rangkaian acara pernikahan dilaksanakan di pihak mempelai laki-laki.Sebagian peserta dalam prosesi ini biasanya membawa beberapa benda seperti hasil kebun, sayuran maupun buah-buahan yang akan bibagikan pada kerabat dan tetangga mempelai perempuan nantinya. Pada kalangan bangsawan urutan baris iring-iringan dan benda yang dibawanya memiliki aturan tertentu.hingga saat ini Nyongkolan masih tetap dapat ditemui di Lombok, iring-iringan yang menarik masyarakat untuk menonton karena suara gendangnya ini biasanya diadakan selepas dhuhur di akhir pekan. apabila anda melakukan perjalanan antar kota di Lombok, maka bersiaplah untuk menghadapi kemacetan insidental akibat Nyongkolan yang dapat anda temui sepanjang jalan, apabila di kahir pekan tersebut banyak digelar pernikahan.
Peresean
Peresean adalah kesenian tradisional masyarakat Suku Sasak yang mempertarungkan dua lelaki bersenjatakan tongkat rotan dan perisai. Kesenian ini merupakan tradisi lama Suku Sasak di Pulau Lombok, NTB, yang masih ada hingga sekarang. Dalam kesenian tersebut para lelaki berkumpul untuk menguji keberanian dan ketangkasan mereka dalam bertarung. Walaupun terdapat unsur kekerasan, namun kesenian ini memiliki pesan damai di dalamnya.
Sejarah Peresean
Menurut sumber sejarah yang ada, Peresean ini dulunya merupakan luapan emosional para Raja dan para prajurit setelah memenangkan pertempuran di medan perang. Selain itu Peresean ini juga merupakan media untuk para petarung dalam menguji keberanian, ketangguhan dan ketangkasan mereka dalam bertarung. Kesenian ini terus berlanjut sampai sekarang di kalangan masyarakat Suku Sasak hingga menjadi suatu tradisi. Dalam perkembangannya, kesenian ini tidak hanya diadakan untuk masyarakat lokal saja, namun juga digelar untuk menyambut para tamu besar atau wisatawan yang berkunjung ke sana.
Fungsi Dan Nilai-Nilai
Seperti yang disebutkan di atas, kesenian ini merupakan media bagi para petarung atau para lelaki dalam menguji keberanian, ketangguhan, dan ketangkasan mereka. Walaupun terdapat unsur kekerasan di dalamnya, namun Peresean memiliki pesan damai. Setiap petarung yang ikut dalam pertunjukan tersebut dituntut memiliki jiwa pemberani, rendah hati, dan tidak pendendam.
Pertunjukan Peresean
Dalam pertunjukannya, Peresean biasanya digelar di tempat yang cukup luas, agar ruang gerak para petarung tidak sempit dan para penonton juga bisa menyaksikan. Dalam pertarungan tersebut terdapat dua orang petarung yang disebut dengan Pepadu dan tiga orang wasit yang mengatur jalannya pertandingan. Salah satu wasit yang mengawasi jalannya pertandingan disebut dengan Pakembar Tengah, dan wasit yang memilih para Pepadu disebut Pakembar Sedi.
Pertarungan tersebut biasanya dilakukan dalam lima ronde dengan durasi tiga menit setiap rondenya. Sebelum pertandingan dimulai Pepadu akan di berikan instruksi dan doa agar pertandingan berjalan lancar. Setelah itu wasit akan memukul ende dengan rotan sebagai tanda pertarungan dimulai.
Dalam pertarungan Peresean ini terdapat beberapa peraturan, diantaranya Pepadu tidak boleh memukul badan bagian bawah seperti paha atau kaki, tapi Pepadu diperbolehkan memukul bagian atas seperti kepala, pundak atau punggung. Setiap pukulan tersebut memiliki nilai masing-masing, dan pemenang dalam Peresean ini biasanya ditentukan dari nilai yang diperoleh setiap rondenya. Selain itu para Pepadu tersebut dinyatakan kalah apabila sudah menyerah atau berdarah.
Apabila ada Pepadu mengalami luka atau berdarah, tim medis akan mengobatinya dengan obat sejenis minyak khusus agar tidak menimbulkan rasa perih. Setelah bertarung para Pepadu kemudian bersalaman dan berpelukan, sebagai tanda damai dan tidak ada dendam diantara mereka.
Kostum Dan Perlengkapan Peresean
Dalam Peresean, Pepadu tidak menggunakan alat pelindung apapun, kecuali perisai yang merupakan bagian dari senjata. Para Pepadu tersebut hanya menggunakan celana, kain penutup celana, dan kain yang diikat di kepala. Pada bagian badan, mereka tidak menggunakan baju apapun. Selain itu Pepadu dilengkapi senjata seperti perisai dan tongkat rotan untuk bertarung.
Pengiring Peresean
Dalam pertunjukannya, Peresean juga di iringi oleh musik pengiring sebagai penyemangat para Pepadu saat bertarung. Alat musik yang digunakan biasanya adalah gong, sepasang kendang, rincik, simbal, suling dan kanjar.
Dalam perkembangannya, kesenian ini masih terus dilestarikan di Lombok, NTB. Selain diselenggarakan sebagai bagian dari tradisi, Peresean ini juga sering diselenggarakan untuk menyambut tamu terhormat maupun para wisatawan yang datang kesana. Hal ini dilakukan sebagai usaha pelestarian dan memperkenalkan kepada masyarakat luas tentang kesenian di Pulau Lombok, khususnya masyarakat Suku Sasak.